Candi Penampihan, Water and Spiritualism
Water is the symbol of
purity of any spiritualism in religious traditions in any part of world. You
will find water in the baptism in Christian Tradition, wudhu in Islamic Tradition, Mulang Pakelem in Hinduism tradition at
Lombok, and any other rituals. In many holy books and other spiritual
scriptures, we will find many verses about the importance of water for our
living life. Unfortunately, human try to destroy the source of water as good as
they try to preserve them, or even worst.
I was staying at
Tulungagung, a small city in East Java for a year, and i will stay here
forever. Yes, as a wife of one of workers in this city, i will be here. Oke,
about water and spiritualism. Saya akan melanjutkan dalam Bahasa Indonesia
ajah.... hehehe #nyerah mikir...
Kesan yang saya terima
pertama kali ketika berkunjung di Candi Penampihan adalah hubungan yang kuat
antara air dan spiritualisme. Kunjunganku baru pertama kali, sekalian
jalan-jalan di desa wisata Kecamatan Sendang, Kabupaten Tulungagung. Nah, Candi
Penampihan ini terletak di Desa Geger, desa yang sama lokasi taman bunga.
Prasasti di Candi Penampihan, terdapat tulisan Jawa Kuno |
Jika dilihat dari
bentuknya, candi ini sederhana saja, apalagi ukurannya, masih jaauuhh bangetz
dibanding candi-candi Hindu lainnya di Jawa Tengah. Candi ini tidak berbentuk
gedung, atau bangunan, hanya beberapa batu yang ditata berundak dan satu
prasasti. Sebagian besar dari arca yang ada di tempat ini diangkut atau
dipindahkan ke musium demi keamanannya. Tentang Ceritanya, nama Penampihan ini
dalam bahasa Jawa, diterjemahkan penolakan. Ada seorang pangeran atau pembesar
dari Ponorogo ingin melamar putri dari Kerajaan Kediri, tetapi sayangnya
lamaran itu ditolak, kemudian alih-alih dia pulang ke Ponorogo, dia memilih
untuk mencari tempat peristirahatan dan bertapa serta dibangunlah candi dan
prasasti.
Setelah pintu kecil yang
dilewati pengunjung, itu adalah halaman pertama dimana prasasti Trinulad
berada, terdapat cerita yang ditulis dalam bahasa jawa kuno bertahun 820 C atau
898 M. Di bawah prasasti Trinulad terdapat altar dari batu endesit berdenah
lonjong. Di depan altar, terdapat arca bima.
Lokasi candi ini sangat
tenang hanya suara air gemericik deras yang membuat suasana menjadi semakin
sendu. Di belakang candi, terdapat dua kolam yang dipisahkan dengan jalan kecil
menuju ke reruntuhan candi. Kolam air ini sangat jernih dan ada beberapa ikan
di dalamnya. Kata penjaga candi, seorang ibu, kolam ini akan menunjukkan
kondisi di jawa, jika terdapat bencana atau petanda buruk lainnya, maka kolam
akan mulai keruh. Di bagian reruntuhan candi, terdapat beberapa pohon besar
yang membuat suasana menjadi teduh. Tidak banyak yang tersisa dari candi, jadi
kalau dilihat dari bawah .. atau lokasi dimana prasasti berada, maka reruntuhan
ini tidak nampak berarti.
kolam jernih yang terletak di antara prasasti dan reruntuhan candi |
Seperti layaknya candi
lainnya, candi ini berapa di pegunungan dan dipenuhi dengan pohon-pohon dan
tanaman hias. Sehingga mempercantik bangunan dan tempat istirahat lainnya. Ada
beberapa pondok makan yang menawarkan beberapa menu seperti nasi pecel, mie ayam
dan bakso.
Lokasi ini menjadi sangat
menarik bagi saya karena terdapat sumber air yang sangat deras di sini. Di
dekat candi dibangun petilasan dimana air jernih itu mengalir deras. Air
berasal dari pegunungan, saking jernih dan bersihnya, dapat langsung diminum.
Sayangnya, kadang pengunjung tidak berhati-hati dan membuah sampah sembarangan
sehingga mengotori air tersebut. Karena itu, penduduk membuat semacam selokan
yang diplester kanan kiri untuk mengamankan arus air hingga dapat sampai di
perkampungan tanpa dikotori. Penduduk juga memberi plang pemberitahuan kepada
pengunjung untuk tidak membuang sampah di aliran air dan tidak mengotorinya.
Aku pun mengisi ulang aqua yang aku beli dengan air dari sini, dan memang
segar. Rasanya sangat beruntung penduduk yang dapat menikmati air sesegar ini
setiap hari. Di kota, orang-orang harus membeli air minum, dan juga air bersih
lainnya. Di sini, air berlimpah ruah dan dikelola sebaik-baiknya oleh penduduk
setempat.
warga menempelkan papan peringatan agar pengunjung tidak membuang sampah di air |
Sebagai simbol kesucian,
air seharusnya dijaga kemurniannya. Tetapi saat ini, air tercemar oleh banyak
sisa perindustrian dan sampah-sampah yang dihasilkan oleh manusia. Sungai
menjadi keruh sehingga tidak dapat dikonsumsi, begitu juga dengan laut yang
dipenuhi dengan sampah plastik. Dengan jumlah air bersih yang sedikit dan
kebutuhan air bersih sangat tinggi, maka jadilah dia sesuatu yang
diperjualbelikan. Andai saja, air sebagai simbol kesucian itu juga dapat
diinternalisasi manusia dalam kehidupan sehari-hari, untuk menjaga
kebersihannya, kejernihannya, dan kemurniannya sehingga menjadi berkah alam
semesta.
Reruntuhan Candi Penampihan, ,, ignore cewek cantik yang sedang pusing ini |
1 komentar: