Kemah Lampion Borobudur Part 2

22.36 Unknown 2 Comments


Menjelang maghrib, akhirnya aku bisa bertemu rombongan. Sebenarnya hanya satu teman yang aku kenal. Aku sendiri tidak tahu pasti siapakah yang akan aku nunuti kali ini. Sejak awal temenku dari Solo menawarkan gabung perayaan lampion di Borobudur, aku sudah membayangkan banyak hal yang akan aku lihat.
Dari lima motor yang ada seluruhnya sudah penuh dan tidak ada goncengan yang nganggur. Tapi okelah, untung saja badanku cukup mungil untuk diselipkan di salah satu sepeda motor. Kami rombongan terdiri empat perempuan (termasuk aku) dan tujuh laki-laki. Dua di antaranya traveler dari India dan Inggris.
Tidak, kami tidak masuk ke halaman candi. Bahkan tidak di parkirannya, hanya melewatinya. Kemudian terdapat jalan yang terletak di kiri halaman Borobudur. Aku bingung. Kenapa rombongan ini tidak masuk halaman parkir, owh God ternyata tidak ada hubungannya sama sekali dengan Borobudur perjalanan ini. Namun begitu aku tidak berusaha bertanya.
Melihat bawaan rombonganku ini benar-benar jauh dari yang kubayangkan dalam dua minggu terakhir. Mereka membawa tas ukuran besar bahkan mungkin tinggi tas tersebut sama denganku. Beratnya juga. Namun hal itu tidak membuat mereka sulit bergerak bahkan mengendara sepeda motor. Sekali lagi, aku tidak bertanya.
 Jalan yang kami lalui semakin sempit keluar dari jalan utama candi. Kondisi jalan tidak buruk-buruk amat, beraspal meski ada yang bolong. Kami melewati pematang sawah. Di sisi kanan sawah tersebut, aku melihat Borobudur gagah berdiri di antara semak belukar dan pohon-pohon, terasa dekat sekali. Tiba-tiba jalan menjadi menanjak dengan ketinggian hampir 90 derajat. Sampai motor yang aku tumpangi tidak kuat menahan dan hampir jatuh menimpa motor di belakang kami. Aku memilih turun dan berjalan mengikuti jalan setapak. Rombongan berhenti di tempat parkir yang tidak seberapa luas, tapi cukup untuk sekitar enam mobil. Di sisi utara tempat parkir terdapat satu rumah kayu sederhana dengan dua penjaga.
Setelah memarkirkan motor dan menitipkan kepada petugas serta membayar retribusi masuk, Rp 5.000 per orang. Melewati jalan yang semakin meninggi, agak licin, dengan banyak tanaman. Sebenarnya tidak jauh jarak yang kita tempuh sampai ke lokasi. Tetapi karena ketinggiannya maka kaki harus cukup kuat agar tidak tergelincir atau kecapeaan untuk mengangkat badan. Hari mulai gelap. Matahari benar-benar sudah menghilang saat kami sudah mencapai tempat yang sudah ditentukan untuk membuat kemah.
Menurutku, tidak sebegitu luas, mungkin hanya cukup untuk lima perkemahan dengan ukuran kecil. Karena saat itu malam, maka tidak nampak yang ada di sekelilingku. Ada satu gardu pandang yang hanya setinggi empat sampat lima meter, dengan luas tidak lebih dari dua meter persegi. Dua lantai terbuat dari kayu dan bambu dengan atap daun rumbia. Kanan kiri gardu tersebut, ada tiga tempat duduk dari bambu. Gelap. Tidak nampak apa pun. Angin dengan hawa dingin. Aku melihat beberapa orang sibuk mendirikan kemah dan menata peralatan lainnya.
Hari sudah semakin gelap, temanku menjelaskankan bahwa tempat ini namanya Punthuk Setumbu,
yakni suatu tanah bidang melalui arah barat Borobudur, sedikit memutar melalui Hotel Manohara kemudian melewati gang terus menanjak ke barat laut (kalau ingatan kompasku nggak salah). Secara geografis letaknya di Dusun Kurahan, Desa Karangrejo, Kecamatan Borobudur Jauh ke arah timur kami nampak kotak Borobudur, ujung-ujung dari candi-nya menembus awan-awan di sekelilingnya…. Sore itu memang agak tidak bersahabat karena mendung, tapi keindahan desa, sawah, pohon kelapa, dan langit bisa bisa aku nikmati.
Semakin malam udara semakin dingin, lanjutan cerita ini aku tulis  mungkin sudah satu tahun sejak kunjungan acara waisak itu, jadi ada beberapa hal yang tidak aku ingat persis. Namun, aku tidak akan pernah lupa bagian ini. Malam itu sudah pukul 1 dini hari, dan aku sudah tertidur, temanku membangunkanku, disuruh melihat langit yang jauhhhhh di sana… aku masih nggak paham juga, dia teriak dengan girang… “Fardan bangun… bangun.. bangun… lihat itu lampion-nya sudah naik.. lihat lihat… satu per satu sudah naik….” Aku tetap tidak bisa melihatnya… “itu lihaaatt dia mulai ke atas, titik-titik cahaya kuning itu lo….” Aku masih tidak bisa melihat… mataku mencari-cari di hamparan langit yang serba hitam itu. Mataku juga masih menggelayut mengantuk penuh dengan kekecewaan.
Harusnya malam ini, aku akan melihat ribuan cahaya seperti di film Rapunzel... hari dimana dia lahir dan diculik.. maka raja pun membuat peringatan dengan menerbangan ribuan lampion ke langit, dari jauh Rapunzel selalu memperhatian di hari yang sama dari tahun ke tahun... tentang ribuan bintang itu yang muncul... tentang... langit yang luas dengan taburan kerlap kerlip..... uppzzzz .. oke. Kembali ke malam lampion di Pethuk Setumbu. Meski rintik.. akhirnya aku melihat juga... itu titik-titik cahaya. Udara semakin dingin... tetes hujan masuk jatuh.. meski rintiknya tidak terlalu jelas. Aku benar-benar berusaha melihat... karena mungkin langit sedang berkabut hujan..... satu... dua... tiga.... lampion itu terbang meninggi.... aku pikir itu mungkin tidak sampai seribu.... seratus pun tidak... kecewaku samakin menjadi-jadi... bayanganku buyar sudah... tapi aku tetap berusaha menikmatinya.. pura-pura menikmatinya.. tidak-tidak.. harus menikmatinya... aku sudah berjuang mati-matian sampai di detik ini.... owh God!! Aku ngantuk.............
***
“hoooiiii!! Melek!!!.... mau digulung tendanya...!!” duh!! Jam berapa ini.. kenapa harus sudah disuruh bangun... masih sangat dingin ... aku tak peduli. “Fardaannnn!!! Sudah banyak orang bangun... kamu mau ditinggal di sini...!!” ... suara itu... uppzzz... Mbak .. aku teringat malam ini aku sedang tidak tidur di kos maupun di rumah, aku ingat.. aku sedang berkemah. Segera kubuka mata dan keluar dari tenda.... wwooooowwwwww banyaaakkk orang!!! Mereka berderet memandang ke arah dimana Borobudur berada.... padahal candi itu kelihatan saaanggaaattt kecil. “apa yang mereka lakukan di sini?”... “Gubraaakkk!!!!!! Kamu nggak tahu namanya melihat sunrise?” ....   “owh.. sunrise...” aku cari-cari itu yang namanya sun rise.. biasanya kalau aku melihat di gambar-gambar google, sun rise itu seperti bola matahari yang bwweessaaaarrrr... berwarna merah.. kalau tidak di  belahan laut,,, ya di belahan awan langit-langit pegunungan. Aku mencari... di sana .. di sana... “mbak nggak ada sun-nya...” ...”iya mungkin karena semalam hujan, jadi banyak kabut...” hmm tapi aku lihat.. yang datang ke sini bwanyak, meskipun matahari tidak muncul, ....  mereka berderet di dekat
pagar yang mengamankan lokasi dari jurang, kamera yang dibawa... panjang itu monyongnya... eh lensanya... sampe mungkin dua kali kilan jariku...  semuanya bawa kamera ,, dari yang hanya HP, kamera digital..  sampe yang profesional. ... aku? Hanya bawa kamera BB.. hohoho.... tak apalah tetep aku coba...
Semakin aku perhatikan, memang semakin mempesona itu landscap ....jadi begini (sambil mbayangin... karena itu sudah sangat lama sekali,, itu terjadi di tahun 2013.. dan ini sudah 2015...plus aku kehilangan itu foto landscap... mungkin kamu juga mau ikut mbayangin...)... langit berwarna campuran hitam gelap.. sedikit demi sedikit,, muncul warna merah,, mungkin seperti jingga,, mungkin juga,, merah agak orange... di bawah sana.. kabut masih teballl tak nampak itu sawah dan pohon,, seperti lautan kabut di bawah kaki gunung,, garis-garis cahaya matahari yang berwarna keemasan mulai muncul menembus awan.. gelap hilang berganti biru.. biru muda seperti kalau kamu lihat warna laut dari atas gunung.... awan putih,, langit membiru dan garis-garis cahaya keemasan..... mereka memudarkan kabut, sedikit demi sedikit... pucuk-pucuk pohon kelapa semakin terlihat.. sawah-sawah berpetak.. mulai terdampar. ... juga pucuk Candi Borobudur. Kabut turun tepat di kakinya... anggun dan megah.
Matahari yang bulat itu tidak nampak... tiba-tiba cahayanya mulai panas dan terang... kabut menghilang perlahan... dan pemandangan menjadi utuh,,, langit menjadi bersih.... kami pun asyik selfie ... ....
ketika berangkat semua bayangan itu serasa ada di depan mata. Menyuruhku bergegas dan tak menyerah. ... meskipun ternyata apa yang kuharapkan itu sangat berbedaaaa... imajinasiku dipenuhi film dan gambar2. Tapi.. ternyata jalan bagaimana aku ke sana memberiku lebih banyak cerita dari yang kubayangkan....
Berakhir sudah ini cerita, meski tertunda berlama-lama....
See you next story... ..




    


You Might Also Like

2 komentar: