Kemah Lampion Borobudur Part 2
Menjelang maghrib, akhirnya aku
bisa bertemu rombongan. Sebenarnya hanya satu teman yang aku kenal. Aku sendiri
tidak tahu pasti siapakah yang akan aku nunuti kali ini. Sejak awal temenku
dari Solo menawarkan gabung perayaan lampion di Borobudur, aku sudah
membayangkan banyak hal yang akan aku lihat.
Dari lima motor yang ada
seluruhnya sudah penuh dan tidak ada goncengan yang nganggur. Tapi okelah, untung
saja badanku cukup mungil untuk diselipkan di salah satu sepeda motor. Kami
rombongan terdiri empat perempuan (termasuk aku) dan tujuh laki-laki. Dua di
antaranya traveler dari India dan Inggris.
Tidak, kami tidak masuk ke
halaman candi. Bahkan tidak di parkirannya, hanya melewatinya. Kemudian
terdapat jalan yang terletak di kiri halaman Borobudur. Aku bingung. Kenapa
rombongan ini tidak masuk halaman parkir, owh God ternyata tidak ada
hubungannya sama sekali dengan Borobudur perjalanan ini. Namun begitu aku tidak
berusaha bertanya.
Melihat bawaan rombonganku ini
benar-benar jauh dari yang kubayangkan dalam dua minggu terakhir. Mereka
membawa tas ukuran besar bahkan mungkin tinggi tas tersebut sama denganku.
Beratnya juga. Namun hal itu tidak membuat mereka sulit bergerak bahkan
mengendara sepeda motor. Sekali lagi, aku tidak bertanya.
Jalan yang kami lalui semakin sempit keluar
dari jalan utama candi. Kondisi jalan tidak buruk-buruk amat, beraspal meski
ada yang bolong. Kami melewati pematang sawah. Di sisi kanan sawah tersebut, aku
melihat Borobudur gagah berdiri di antara semak belukar dan pohon-pohon, terasa
dekat sekali. Tiba-tiba jalan menjadi menanjak dengan ketinggian hampir 90
derajat. Sampai motor yang aku tumpangi tidak kuat menahan dan hampir jatuh
menimpa motor di belakang kami. Aku memilih turun dan berjalan mengikuti jalan
setapak. Rombongan berhenti di tempat parkir yang tidak seberapa luas, tapi
cukup untuk sekitar enam mobil. Di sisi utara tempat parkir terdapat satu rumah
kayu sederhana dengan dua penjaga.
Setelah memarkirkan motor dan
menitipkan kepada petugas serta membayar retribusi masuk, Rp 5.000 per orang. Melewati
jalan yang semakin meninggi, agak licin, dengan banyak tanaman. Sebenarnya
tidak jauh jarak yang kita tempuh sampai ke lokasi. Tetapi karena ketinggiannya
maka kaki harus cukup kuat agar tidak tergelincir atau kecapeaan untuk
mengangkat badan. Hari mulai gelap. Matahari benar-benar sudah menghilang saat
kami sudah mencapai tempat yang sudah ditentukan untuk membuat kemah.
Menurutku, tidak sebegitu luas,
mungkin hanya cukup untuk lima perkemahan dengan ukuran kecil. Karena saat itu
malam, maka tidak nampak yang ada di sekelilingku. Ada satu gardu pandang yang
hanya setinggi empat sampat lima meter, dengan luas tidak lebih dari dua meter
persegi. Dua lantai terbuat dari kayu dan bambu dengan atap daun rumbia. Kanan
kiri gardu tersebut, ada tiga tempat duduk dari bambu. Gelap. Tidak nampak apa
pun. Angin dengan hawa dingin. Aku melihat beberapa orang sibuk mendirikan kemah
dan menata peralatan lainnya.
Hari sudah semakin gelap,
temanku menjelaskankan bahwa tempat ini namanya Punthuk Setumbu,
yakni suatu
tanah bidang melalui arah barat Borobudur, sedikit memutar melalui Hotel
Manohara kemudian melewati gang terus menanjak ke barat laut (kalau ingatan
kompasku nggak salah). Secara geografis letaknya di Dusun Kurahan, Desa Karangrejo, Kecamatan Borobudur Jauh ke arah timur kami nampak kotak Borobudur, ujung-ujung
dari candi-nya menembus awan-awan di sekelilingnya…. Sore itu memang agak tidak
bersahabat karena mendung, tapi keindahan desa, sawah, pohon kelapa, dan langit
bisa bisa aku nikmati.
Semakin malam udara semakin
dingin, lanjutan cerita ini aku tulis
mungkin sudah satu tahun sejak kunjungan acara waisak itu, jadi ada
beberapa hal yang tidak aku ingat persis. Namun, aku tidak akan pernah lupa
bagian ini. Malam itu sudah pukul 1 dini hari, dan aku sudah tertidur, temanku
membangunkanku, disuruh melihat langit yang jauhhhhh di sana… aku masih nggak
paham juga, dia teriak dengan girang… “Fardan bangun… bangun.. bangun… lihat
itu lampion-nya sudah naik.. lihat lihat… satu per satu sudah naik….” Aku tetap
tidak bisa melihatnya… “itu lihaaatt dia mulai ke atas, titik-titik cahaya
kuning itu lo….” Aku masih tidak bisa melihat… mataku mencari-cari di hamparan
langit yang serba hitam itu. Mataku juga masih menggelayut mengantuk penuh
dengan kekecewaan.
Harusnya malam ini, aku akan
melihat ribuan cahaya seperti di film Rapunzel... hari dimana dia lahir
dan diculik.. maka raja pun membuat peringatan dengan menerbangan ribuan
lampion ke langit, dari jauh Rapunzel selalu memperhatian di hari yang sama
dari tahun ke tahun... tentang ribuan bintang itu yang muncul... tentang... langit
yang luas dengan taburan kerlap kerlip..... uppzzzz .. oke. Kembali ke malam
lampion di Pethuk Setumbu. Meski rintik.. akhirnya aku melihat juga... itu
titik-titik cahaya. Udara semakin dingin... tetes hujan masuk jatuh.. meski
rintiknya tidak terlalu jelas. Aku benar-benar berusaha melihat... karena
mungkin langit sedang berkabut hujan..... satu... dua... tiga.... lampion itu
terbang meninggi.... aku pikir itu mungkin tidak sampai seribu.... seratus pun
tidak... kecewaku samakin menjadi-jadi... bayanganku buyar sudah... tapi aku
tetap berusaha menikmatinya.. pura-pura menikmatinya.. tidak-tidak.. harus
menikmatinya... aku sudah berjuang mati-matian sampai di detik ini.... owh
God!! Aku ngantuk.............
***
“hoooiiii!! Melek!!!.... mau
digulung tendanya...!!” duh!! Jam berapa ini.. kenapa harus sudah disuruh
bangun... masih sangat dingin ... aku tak peduli. “Fardaannnn!!! Sudah banyak
orang bangun... kamu mau ditinggal di sini...!!” ... suara itu... uppzzz...
Mbak .. aku teringat malam ini aku sedang tidak tidur di kos maupun di rumah,
aku ingat.. aku sedang berkemah. Segera kubuka mata dan keluar dari tenda....
wwooooowwwwww banyaaakkk orang!!! Mereka berderet memandang ke arah dimana
Borobudur berada.... padahal candi itu kelihatan saaanggaaattt kecil. “apa yang
mereka lakukan di sini?”... “Gubraaakkk!!!!!! Kamu nggak tahu namanya melihat
sunrise?” .... “owh.. sunrise...” aku
cari-cari itu yang namanya sun rise.. biasanya kalau aku melihat di
gambar-gambar google, sun rise itu seperti bola matahari yang
bwweessaaaarrrr... berwarna merah.. kalau tidak di belahan laut,,, ya di belahan awan
langit-langit pegunungan. Aku mencari... di sana .. di sana... “mbak nggak ada
sun-nya...” ...”iya mungkin karena semalam hujan, jadi banyak kabut...” hmm
tapi aku lihat.. yang datang ke sini bwanyak, meskipun matahari tidak muncul,
.... mereka berderet di dekat
pagar yang
mengamankan lokasi dari jurang, kamera yang dibawa... panjang itu monyongnya...
eh lensanya... sampe mungkin dua kali kilan jariku... semuanya bawa kamera ,, dari yang hanya HP,
kamera digital.. sampe yang profesional. ... aku?
Hanya bawa kamera BB.. hohoho.... tak apalah tetep aku coba...
Semakin aku perhatikan, memang
semakin mempesona itu landscap ....jadi begini (sambil mbayangin... karena itu
sudah sangat lama sekali,, itu terjadi di tahun 2013.. dan ini sudah
2015...plus aku kehilangan itu foto landscap... mungkin kamu juga mau ikut
mbayangin...)... langit berwarna campuran hitam gelap.. sedikit demi sedikit,,
muncul warna merah,, mungkin seperti jingga,, mungkin juga,, merah agak
orange... di bawah sana.. kabut masih teballl tak nampak itu sawah dan pohon,,
seperti lautan kabut di bawah kaki gunung,, garis-garis cahaya matahari yang
berwarna keemasan mulai muncul menembus awan.. gelap hilang berganti biru..
biru muda seperti kalau kamu lihat warna laut dari atas gunung.... awan putih,,
langit membiru dan garis-garis cahaya keemasan..... mereka memudarkan kabut,
sedikit demi sedikit... pucuk-pucuk pohon kelapa semakin terlihat.. sawah-sawah
berpetak.. mulai terdampar. ... juga pucuk Candi Borobudur. Kabut turun tepat
di kakinya... anggun dan megah.
Matahari yang bulat itu tidak
nampak... tiba-tiba cahayanya mulai panas dan terang... kabut menghilang
perlahan... dan pemandangan menjadi utuh,,, langit menjadi bersih.... kami pun
asyik selfie ... ....
ketika berangkat semua bayangan
itu serasa ada di depan mata. Menyuruhku bergegas dan tak menyerah. ...
meskipun ternyata apa yang kuharapkan itu sangat berbedaaaa... imajinasiku
dipenuhi film dan gambar2. Tapi.. ternyata jalan bagaimana aku ke sana
memberiku lebih banyak cerita dari yang kubayangkan....
Berakhir sudah ini cerita, meski
tertunda berlama-lama....
See you next story... ..
Selain di Punthuk setumbu apa ada tempat lain buat mendirikan tenda di sekitar Borobudur ?
BalasHapusArtikel keren gan. Saya penjual motor
BalasHapus