Nelayan dan Senja di Pantai Popoh Sidem

23.59 Unknown 1 Comments

sudut Pantai Popoh
Siang itu langit masih mendung dari arah timur Kota Tulungagung. Perjalanan kami pun diiringi dengan rintik-rintik gerimis, tidak terlalu deras, tapi cukup membuat pakaian menjadi basah jika tidak menggunakan mantel. Memasuki wilayah selatan Tulungagung, hujan mereda dan hanya mendung saja... sehingga meskipun kami naik motor tidak harus terbakar di bawah terik matahari. Udara sejuk setelah hujan dan tanaman nampak menghijau di sisi kanan kiri jalan. Motor melaju dengan kecepatan sedang, melihat gunung-gunung seperti gigi raksasa yang berjajar. Ada sebuah kecamatan di Tulung Agung,  namanya Pager Wojo, kalau dalam imajinasiku, pager itu pagar ... dan wojo itu gigi, jadi pager berbentuk gigi..... hohoho... karena gunung-gunung yang terletak di selatan Tulung Agung itu, bentuknya persis seperti gigi seri. Pernah lihat film-film Cina? Banyak gunung2 yang menjulang kan? Mirip seperti itu.... #sayang tidak sempat ambil foto. 
Kemudian,  setelah hampir satu jam naik motor atau sekitar 25 km dari pusat kota, kami memasuki Desa Gamping, pusat kerajinan marmer di Tulung Agung. Di samping jalan, banyak etalase maupun galeri kerajinan yang terbuat dari marmer, hampir setiap rumah dipenuhi dengan batu-batu tersebut. Kerajinan itu dapat berupa meja, hiasan, patung, pernah pernik ruangan, hingga tiang atau semacam keramik. Batu marmer yang masih utuh pun bisa dengan mudah ditemukan,,,, ukurannya mungkin sebesar tiga manusia berdiri... atau lebih... aku melihat batu tersebut ditimbang menggunakan tali yang dikatrol. Woowww... bagaimana mungkin batu itu ditimbang. Meskipun sambil lalu aku memperhatikan, batu-batu yang putih keras dan nampak tidak merata permukaannya itu...... bisa menjadi hiasan batu yang halus dan dingin. Kata sopirku... (suami maksudnya...) lantai yang menggunakan batu marmer awet dinginnya... dia menyerap panas. Tidak seperti keramik.... aku mantuk-mantuk di belakang. Dia cerita dulu, dia dan teman-teman menggunakan marmer untuk buat kenang-kenangan. Jadi ingat, ketika di MA Banat, kami membuat hiasan kenang-kenangan pondok menggunakan batu marmer, saat itu sangat ngetrend... memasang tulisan dan foto kenang-kenangan di batu marmer. Masalahnya adalah pesanan kami waktu itu, batunya berbentuk setengah lingkaran panjang, seperti bidang huruf U yang dibalik. Persis seperti pathok kuburan.. haddehh...
Meninggalkan Desa Gamping, aku mencium udara laut... anginnya berhembus dari atas gunung... dari atas gunung!!! (maklum agak emosi,, karena rumahku memang dekat pantai tapi nggak pakai gunung,,,, hanya pantai hehehehe)  jalan menanjak dan berkelok .. layer-layer pegunungan mulai nampak lebih luas dari ketinggian kami, kota Tulung Agung terbentang,,, dikeliling jajaran pegunung, dan satu ceruk pegunungan terdekat yang sebagian bebatuannya harus kroak karena ditambang, mungkin itu lokasi tambah marmer di sini.
Aroma laut semakin membuatku bersemangat... aku melihatnya... aku melihatnya... aku melihat laut
Pemandangan dari atas bukit
itu dari atas pegunungan ini..... Teluk Pantai Sidem.. ,, yang namanya teluk.. lautan itu itu menjorok ke daratan, jadi seperti cekungan yang diisi dengan air, dan pantai yang dikeliling dengan tingginya pegunungan. Kami berhenti sejenak.. melihat bentangan pantai itu... rasanya aku menyesali diri sendiri karena tidak punya kamera untuk merekamnya... tetap saja, aku foto dengan HP kecilku.
Di pegunungan kanan kiri jalan, tanah ditanami dengan palawija... berbeda dengan pegunungan Gunul Kidul tempat dimana pantai Kukup Krakap Baron dan lain-lain ,, yang hampir hanya dipenuhi ilalang dan pohon-pohon. Pegunungan di sini ditanami padi dan palawija berbentuk terasering, subur dan hijau. Jagung-jagung itu masih kecil, belum cukup tinggi, ,, ,,,, penduduk setempat sepertinya bekerja sebagai petani,... bukan seperti petani di pegunungan wonosobo yang banyak menanam sayuran. Ini palawija dan padi. Di pegunungan... dataran tinggi nan bergelombang.. bukan dataran rendah yang rata. Teringat beberapa kecamatan di selatan Kabupaten Pekalongan yang memiliki landscap dan tanduran sawah yang sama. Bedanya di sana angin gunung di sini angin laut.  hohohoho...    
Semakin mendekati pantai, kami menemukan gerbang perkampungan nelayan. Hanya melewatinya, kunjungan pertama adalah Pantai Popoh. Pas googling pantai ini terlihat sangat bagus, dengan puluhan kapal nelayan yang mendarat di atas lautan biru. Karena sudah sore dan langit agak mendung, maka cahaya matahari tidak terlalu banyak. Aku mlongo membayangkan pantai yang kutemukan bisa untuk lari-larian seperti orang pacaran.. tapi tidak untuk Pantai Popoh, pantai yang kulihat dari atas bukit tadi, pantai Sidem, tetangga pantai Popoh. Pantai ini dibatasi dengan batu-batu, sepanjang garis pantainya digunakan kapal nelayan untuk bersandar, atau cukup diikat di pinggir pantai agak menjorok ke laut. Ada panggung pertunjukan di sebelah barat, dan warung-warung makanan di tengah tempat wisata itu, begitu juga para pedagang souvenir seperti kaus batik topi dan lain-lain. Nah, yang paling terkenal di sini adalah ikan asapnya. Ikan asap di sini, bentuknya adalah ikan utuh yang diolah dengan cara diasapin atau dipanggang. Di semarang, di rumahku, ikan asap yang sangat terkenal adalah ikan asap manyung. Rasanya gurih. Kalau yang di sini, aku tidak mencobanya. Karena masih mikir bagaimana cara mengolahnya. Ketika aku belanja di pagi hari di Tulung Agung, pedagang menyediakan ikan asap, itu pun aku masih enggan mencoba. Oke, lain kali, siapa tahu aku mau. Ukuran ikan itu besar je, aku tidak bisa membayangkan itu digoreng atau dibumbuin dengan sayur seperti sayur mangut.
Kami memilih untuk mencoba ikan bakar di salah satu warung. Well, aku lupa nama warungnya, tapi karena sudah ada blogger yang mereport tentang enaknya olahan ikan di sini, jadi kami pun ikut terprovokasi untuk mencobanya. Hanya tersisa dua jenis ikan, Ikan banyar dan ikan tengiri. Kami mencoba dua-duanya. Ikan itu dibakar dengan sudah dibalur bumbu.
Ikan Tengiri dan Ikan Banyar
Ikan tengiri rasanya seperti ikan nila, seratnya agak kasar,, dan anyep,, tapi karena bumbunya oke, jadi meresap deh ke daging. Berbeda dengan ikan banyar... tekstur ikan ini seperti ikan krapu. Dia lembut dan gurih (perasaanku aja kali ya...) mungkin karena ikan ini menghasilkan minyak ketika diolah, dipanaskan. .. harga tiap ikan bakar itu 25.000 per ikan. Belum pakai nasi, ,, nasi per porsi 6.000 kalau nggak salah. Tapi yang terkenal di warung ini adalah kepitingnya. Harga dan rasa, belum coba,,, hehehe..
Nah,,, mulai ke cerita inti yang sesuai dengan judul (,,,, hahahaha setelah nulis dua halaman baru nyampe juga...) . setelah dari Pantai Popoh, kami ke Pantai Sidem, pantai yang kami lihat dari atas pegunungan tadi. Pantai ini berada di perkampungan nelayan. Rumah-rumah nelayan di sini, bentuk dan ukurannya hampir sama persis, ,,,, dan berjajar rapi. Di sepanjang jalan ada jaring yang digantungin seperti botol-botol... dijemur di lapangan.
Saat sampai di situ, aku melihat pemandangan yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Di Pekalongan, nelayan kecil yang menggunakan kapal kecil menggunakan semacam jaring yang diangkat dengan mesin. Kapal yang hanya membawa lima sampau tujuh orang. Ikan yang sudah ditangkap biasanya masuk ke dermaga,,,, yang namanya dermaga itu,, biasanya bentuknya pinggir pantai ada daratan yang sudah diaspal, atau diplester, kemudian ada punuk-punuk di pinggirnya untuk tempat mengikat tali kapal, sehingga bisa bersandar dan nggak hanyut karena ombak. Biasanya di dekat dermaga, ada yang namanya TPI, tempat pelelangan ikan. Ikan-ikan hasil tangkapan nelayan, kemudian dilelang, di situ ada petugas pemerintah dari Kantor Perikanan daerah yang akan melelang dan mencatat hasil lelang setiap hari. Ikan-ikan itu akan digelar di sebuah halaman beratap, dari ikan teri, udang, cumi, kerang, dan lain-lain. Besar dermaga disesuaikan dengan besar kapal yang bersandar dan jumlah kapal tersebut. Kalau dermaga kecil.. kapalnya ya kecil. Paling kapal dengan panjang enam sampai tujuh meter, dengan peralatan sederhana. Untuk kapal di pelabuhan kota, minimal 5 GT itu besarnya seperti rumah.. bisa sampai 5 ton dia bawa ikan. Anak buah kapalnya bahkan mencapai 20-an. Jika kapal kecil berangkat sore pulang pagi,,, maka kapal besar bisa berbulan-bulan di lautan. Eh.. ini kog sampai ke mana-mana. Aku tadi mau cerita tentang apa yang aku lihat.
Nelayan bahu membahu menarik jaring
Nah, berbeda dengan nelayan di Pantai Sidem ini. Aku melihat puluhan nelayan baik laki-laki maupun perempuan menarik jaring. Mereka berdiri berjajar dua larik, menarik bersama-sama jaring yang panjangnya entah berapa itu, karena aku melihat di ujung jaring yang berhasil ditarik sudah berlipat dan menggulung... padahal sepertinya jaring yang ditarik secara bergotong royong itu masih sangat panjang. aku mencari ujung jaring itu di tengah lautan, ternyata ada di kapal kecil jaaauuuhhh di sana. Jaring itu terus ditarik... semakin ditarik.. semakin keras teriakan nelayan. Entah apa yang mereka teriakkan, ,,, pokoknya itu jaring terus ditarik, ,, dua diantara mereka mengambil keranjang dari bambu yang besar. .... kemudian dengan sekuat tenaga nelayan-nelayan itu menjaga agar ikan tidak ikut terhanyut ombak dengan menggunakan bambu,,, tetapi secara bersamaan juga dipindahkan ke keranjang tersebut. Jumlah ikan itu tidak banyak, sangat sedikit,, apalagi jika misalnya harus dibagi dengan orang-orang yang menarik jaring tadi. Ada lebih dari 30 –an orang mungkin. Ikan itu hanya se keranjang dan ukuran ikannya pun kecil. Aku tidak tahu ikan jenis apa.  Semangat nelayan itu benar-benar membuatku kagum. Pantai ini tidak memiliki dermaga, kapal-kapal itu mendarat di pantai dibantu dengan nelayan lain. Saat kami mendatangi tempat dimana ikan itu dibagi, kami terlambat karena sebelumnya asyik berfoto-foto di pantai. Kami hanya melihat ikan-ikan itu yang jumlahnya tidak seberapa dibagi dan dibawa oleh nelayan perempuan dalam buntalan plastik hitam yang kecil. Meskipun ada juga pemuda yang membawa balok tempat ikan.

ini lo... kira-kira bekas hewan apa ya..
Pantai ini tidak berdemaga, tapi teduh di bawah pegunungan. Senja sore itu berwarna keunguan. Matahari tepat di atas gunung membuat bayangan gunung jatuh di pantai panjang-panjang. Ombak-nya turut datang dan pergi,,,,, pasir di pantai ini, tidak pasir putih seperti pantai di Gunung Kidul, tidak juga hitam seperti di Parangtritis atau pantai utara semarang, tanah pantai di sini berwarna cokelat. Ada bekas kaki hewan banyak,, entah hewan apa itu, tapi bekas yang ditinggalkan unik, titik-titik berputar terpusat, lucu. Begitu juga tanah yang terkena ombak,,,,,,, ada bekas seperti garis  jig-jag dengan warna cokelat bertumpuk dari muda hingga pekat. ...

Sudah sampai di sini liburan kami.....

Sampai ketemu lagi.. masih ada puluhan pantai lagi di Tulung Agung.

You Might Also Like

1 komentar: