12 Ikatan Samsara dan Keyakinan akan Perbuatan Baik
Belajar tentang ajaran agama lain bukan sesuatu yang menakutkan dan dicurigai. Sama seperti belajar pengetahuan baru, belajar tentang agama lain, seperti menambah perspektif baru dalam keimanan dan juga pengalaman spiritual kita tentang alam semesta, Tuhan, dan juga manusia.
Kecurigaan muncul saat asumsi-asumsi di kepala kita mengatakan bahwa apa yang akan kita ketahui akan mempengerahui keimanan kita terhadap apa yang sudah kita yakini. Asumsi dan kekhawatiran yang justru tidak akan bisa kita buktikan jika kita tidak mengalaminya bukan.....
Mahasiswa AFI IAIN Tulungagung angkatan 2016 untuk mata kuliah Fenomenologi Agama |
Kali ini, saya membawa mahasiswa untuk belajar tentang sedikit ajaran dalam tradisi keagamaan Buddhisme. Kebetulan semester ini saya mengajar mata kuliah Fenomenologi Agama. Mata kuliah ini kurang lebih mendiskusikan tentang pengetahuan, makna dan sudut pandang metodologi penelitian yang menitikberatkan pada pengalaman pribadi seseorang dalam beragama atau kepercayaan terhadap apapun yang mempengaruhi caranya menjalani kehidupan. Singkatnya, ini tentang bagaimana seseorang memaknai hidup berdasarkan pengalaman keagamaaanya atau spiritualitasnya.
Jumat sore, 29 September 2017, mahasiswa mengunjungi wihara Buddhaloka di Tulungagung, mereka berkenalan dengan guru agama Buddha yang sesekali mengajar di wihara tersebut dan mendampingi umat Buddha untuk melakukan meditasi. Dia mengenalkan salah satu konsep dalam Agama Buddha yang disebut dengan PATTICASSAMUPPADA yaitu hukum sabab musabab yang saling bergantungan.
Patticassamuppada juga dikenal dengan 12 rantai yang mengikat 31 alam. Biasanya digambarkan sebagai 12 rantai yang mengikat gambar-gambar alam yang tengahnya berpusat pada ayam, ular dan babi sebagi simbol atas keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin.
Apakah 12 mata rantai itu? Sebelumnya, mahasiswa mendapatkan penjelasan bahwa manusia akan selalu dipengaruhi oleh ketiga sifat yang berada di titik pusat, terdapat jalan putih yang menunjukkan bahwa merekalah orang-orang yang dapat menghindari sifat-sifat jahat tersebut, sedangkan jalan hitam adalah orang-orang yang dengan tidak takut akan perbuatan jahat mereka.
Bagi pengikut Buddha, mereka meyakini bahwa semua makhluk yang belum “terbebas” akan berputar-putar dalam arus samsara, selalu lahir di salah satu dari 31 alam, yang di antaranya alam manusia, alam hantu, alam binatang, alam setan, alam jin, alam syurga atau bahkan alam brahman. Hal demikian tergantung pada karma baik dan buruknya. Hanya jika makhluk-makhluk telah “terbebas” maka tidak akan lahir kembali yaitu saat merealisasikan “Nibbana”yang digambarkan sebagai roda Dhamma yang berhenti berputar.
Nah, 12 rantai yang mencengkeram makhluk yakni, (1) Avijja (ketidaktahuan atau kebodohan) yang kemudian melahirkan perbuatan-perbuatan atau (2) sankhara. Perbuatan-perbuatan ini akan memunculkan kesadaran (3) Vinnana, dimana dari kesadaran itulah muncul (4) Nama Rupa atau batin dan jasmani, dengan adanya Nama Rupa maka muncul pula enam indera atau (5) salayatana. Dengan adanya enam indera maka akan melahirkan kesan-kesan (6) Passa yang kemudian menciptakan perasaana atau (7) vedana, adanya perasaan maka akan meminta adanya keinginan atau kehausan atau disebut dengan (8) Tanha, adanya tanha atau kehausan itu mengakibatkan (9) upadana atau kemelakatan, yang kemudian muncul (10) Bhava atau proses tumimbal lahir yang menjadikan adanya (11) Jati atau kelahiran kembali, yang kemudian mendapatkan (12) Jamarana atau kelapukan, kematian, keluh kesah, sakit dan sebagainya).
Bingung? Sama hehehe. Oke, secara sederhana dengan membalik urutan Paticcasamuppada Ãœsia tua dan kematian hanya dimungkinkan terjadi pada organisme batin-jasmani, yaitu suatu “mesin”dengan enam indera. Organisme semacam itu harus dilahirkan, oleh karena itu perlu adanya kelahiran. Kelahiran merupakan akibat yang tak dapat dielakkan dari Kamma atau perbuatan di masa lalu, yang dibentuk oleh kemelakatan karena adanya nafsu keinginan. Nafsu keinginan muncul jika ada perasaan. Perasaan merupakan sentuhan indra dengan objeknya”.
mendengarkan narasumber untuk belajar memahami pengalaman umat agama lain |
So, setiap kebajikan yang dilakukan manusia, tidak hanya untuk orang lain, tapi justru untuk dirinya sendiri, bahkan dalam pemahaman yang lebih dalam, saat tidak ada diri sendiri, kebajikan itu menjadi jalan untuk menyatu pada sumber kebajikan itu sendiri.
BalasHapusBlog yang keren sekali sekali. Saya akan balik lagi untuk mwmbaca updatenya. Butuh motor area Tulungagung, kediri dan Trenggalek, hubungi kami. Bisa wa kami 081 559 795 985