Humanitas dan Teologi Masyarakat Bahai
Masih dalam tur untuk Mata Kuliah Fenomenologi Agama, mahasiswa
minggu ini berkenalan dan bertemu dengan komunitas Masyarakat BahaĆ. Mahasiswa
untuk kelas ini memang tidak banyak, hanya 12 orang, jadi lebih mudah mengajak
jalan-jalan dan menemukan berbagai pengetahuan hal-hal menarik dari pengalaman
mereka sehari-hari.
Di tulungagung, terdapat beberapa keluarga yang menganut
Bahai, beberapa tahun sebelumnya, kabar ini sempat menghebohkan warga, secara
tradisi keagamaan ini memang baru dari enam agama lainnya yang berkembang di
Indonesia.
Sebagaimana saya jelaskan sebelumnya tentang kelas
Fenomenologi Agama, di kelas ini, mahasiswa diharapkan untuk mengamati dan
menggunakan sudut pandang narasumber dalam memahami apa yang dirasakan
narasumber berdasarkan pengalaman keagamaannya.
Jika sebelumnya dalam suasana
dialog antar umat beragama atau pada saat mempelajari fenomena-fenomena
keagamaan, sebagian dari peneliti atau bahkan masyarakat menggunakan perspektif
atau ukuran mereka sendiri dalam memahami (atau malah dalam kasus yang lebih
ekstrim, melakukan justifikasi) terhadap penjelasan narasumbernya. Maka,
sebagian dari kelas Fenomenologi Agama, meminta mereka untuk menekan hasrat pemahaman
diri mereka sendiri, dengan masuk ke dalam logika, pengalaman, pemahaman, makna
dari narasumber yang bersedia bercerita tentang apa yang mereka yakini.
Oke, bagaimana hasil kunjungan mahasiswa ini?
Komunitas muda
masyarakat Bahai menyambut kami dengan ramah. Setelah membuka dengan doa dan
saling memperkanlkan diri, kami memulai diskusi. Cara belajar masyarakat Bahai
tentang apa yang mereka yakini sangat menarik. Berdasarkan pengalaman
sehari-hari, mereka merefleksikan kata-kata suci dari BahĆ”’u’llĆ”h, pembawa
wahyu Agama BahaĆ. Secara bergantian, peserta yang hadir dalam diskusi akan
membaca sebuah naskah yang diambil dari kitab-kitab dan mengutarakan pendapat
mereka berdasarkan pengalaman-pengalaman pribadi tentang tema tersebut.
Malam itu, kami membahas tentang (1) tujuan Tuhan
menciptakan manusia, (2) perjalanan sejarah umat manusia dan arahnya, (3)
kesatuan umat dan (4) ajaran BahĆ”’u’llĆ”h tentang keadilan.
BahĆ”’u'llĆ”h. Nabi masyarakat Bahai, sumber gambar darihttp://covenantstudy.org |
Pada tema yang
pertama, dijelaskan dalam ayat berikut “Semua manusia telah diciptakan untuk
melanjutkan peradaban yang telah maju” yang kemudian disusul tentang penjelasan
mengapa Tuhan mengirimkan utusan-Nya, pada ayat ini “Tujuan Tuhan mengirimkan
para Utusan-Nya kepada manusia ada dua. Pertama adalah untuk membebaskan
anak-anak manusia dari kegelapan kebodohan dan membimbing mereka ke arah cahaya
pengertian sejati. Yang kedua untuk menjamin perdamaian dan kesentosaan umat
manusia dan menyediakan segala sarana untuk mendirikan perdamaian dan
kesentosaan itu”.
Berdasarkan ayat-ayat tersebut, Masyarakat Bahai percaya
bahwa sejarah perdaban manusia adaah sebuah sejarah panjang yang tidak dapat
dilihat sebagai suatu kotak-kotak tersendiri satu masa dengan masa yang lain.
Sejarah manusa adalah suatu gambaran untuk dari sebuah perjalanan yang terus
berkembang hingga pada titik terbaiknya.
Sebagaimana setiap utusan yang
dikirimkan Tuhan menyesuaikan dengan keadaan manusia saat itu, dari berbagai
masalahnya hingga kemampuannya mereka memahami Tuhan. Oleh karena itu,
Masyarakat Bahai meyakini ajaran-ajaran yang bersifat universal dari nabi-nabi
sebelum BahĆ”’u’llĆ”h yang terangkum dalam the Golden Rule. Demikian, pada masa
dimana BahĆ”’u’llĆ”h diturunkan untuk manusia adalah dalam rangka mengajak
persatuan manusia untuk mencapai kesejahteraanya.
Hal demikian ditegaskan pada tema diskusi yang kedua pada
ayat yang disebutkan bahwa “Setiap zaman mempunyai masalahnya sendiri, dan
setiap jiwa mempunyai cita-citanya yang khusus. Obat yang diperlukan dunia bagi
penderitaannya sekarang ini tak mungking sama dengan obat yang diperlukan pada
zaman-zaman berikutnya”. Digambarkan dalam pemahaman Bahai, bahwa umat manusia
hari ini sedang mendekati tahap puncak dalam sebuah proses yang berlangsung
selama ribuan tahun yang telah membawanya dari tahap kolektif masi bayi ke
ambang masa kedewasaan. Makna kedewasaan ini ditafsirkan sebagi tahap dimana
manusia akan menyaksikan persatuan umat manusia yang juga secara bersamaan
persatuan juga merupakan tantangan paling besar umat manusia. Untuk tujuan
tersebut, BahĆ”’u’llĆ”h diutus.
Dalam mewujudkan kesatuan umat, Masyarakat Bahai meyakini
bahwa mereka mendapatkan ruang dimana menyelidiki kebenaran dengan bebas dan
mandiri. Dengan cara ini, dengan menyelidiki kebenaran manusia akan melihat
pentingnya kesatuan umat manusia. Kebenaran akan menjadi sarana dalam
mewujudkan persatuan dengan menghilangkan prasangka terhadap ras, kelas sosial,
warna kulit, keyakinan, bangsa, jenis kelamis, dan tingkat peradaban materi
yang sering kali merupakan penyebab perselisihan.
Jadi, apa yang kita pelajari dari perspektif ini?
menarik bukan? dimana terdapat sebuah teologi yang jelas berpusat pada Tuhan, tetapi secara bersamaan sangat menjunjung tinggi kemanusiaan, atau humanitas kita. Menyisihkan perbedaan pada setiap jalan pencarian Tuhan dan menghormati setiap pencarian untuk menemukan kebenaran. berdialog dalam ruang yang disediakan untuk menguji dan berbagai pengalaman.
Keyakinan kita boleh berbeda. Pendapat tentang keyakinan tersebut tidak harus kita imani. Tapi, nilai dan pesan untuk saling menghormati mengajarkan kita untuk selalu saling berterima kasih.
BalasHapusBlog yang keren sekali sekali. Saya akan balik lagi untuk mwmbaca updatenya. Butuh motor area Tulungagung, kediri dan Trenggalek, hubungi kami. Bisa wa kami 081 559 795 985