The Secularized Religion
Agama sebagai
alat politik justru mendapatkan ruang yang lebih potensial pada saat proses
sekulerisasi. Bukan sebaliknya, bahwa sekulerisasi adalah upaya untuk
memisahkan peran agama dalam sistem politik sebagai tuntutan dari modernisasi.
Talal Asad fokus mengkritisi agama sebagai epistimologi yang mendapatkan
pengaruh sekulerisasi , dan agama memiliki peran penting dalam proses
tersebut. Talal Asad mencoba
menghubungan sekulerisme, agama dan nation-state menjadi satu kerangka
geneologi (Foucault term). Karena proses tawar menawar antara kekuasaan
(politik) dan agama masih terus berlanjut, maka menurutnya, sekularisasi ( as
Jose Casanova definition) tidak akan pernah terjadi. Namun demikian, menurut
saya, agama juga akan kehilangan esensinya pada proses ini,
mengidetifitikasinya kembali akibat pengaruh dialektika pada public sphere dan
memaksakan diri untuk kepentingan-kepentingan negara.
Jika salah satu
elemen sekularisasi adalah the
privatization of religion from politics, maka Talal Asad menghadapkannya
dengan deprivatisasi agama ketika agama menjadi an integral part of modern politics. Sebagai bagian dari kategorisasi
antropologi, seorang pemeluk agama tidak mungkin melepaskan struktur diskursus
agamanya ketika memasuki ruang publik. Dengan cerdas, ketika sekularisasi
menuntut menghilangkan domain of faith, maka deprivatisasi agama akan berfikir
bagaimana the conscience agar tetap diterima. Meskipun demikian, Talal Asad
tidak berhenti dan tetap mempertanyakan otoritas yang bagaimanakah agar hal itu
bisa terjadi? Pada pertanyaan ini, saya berpikir, bukankah akan lebih ambigu
ketika tidak lagi bisa dibedakan antara kepentingan agama dan negara dalam
kacamata sekularisasi.
Talal Asad
menghindari ‘the essentialized (“religious)” agency’, menurutnya, akan lebih
signifikan jika perkembangan sekularisasi disebabkan ‘the difference the
outcome yielded’, artinya akan lebih meredefinisi agama menjadi politik. Dengan
demikian, dia menempatkan agama sebagai hasil transisi sejarah yang juga
mengalami kontruksi, reformed, and plotted. Oleh karena itu, keberadaan
nationalism sebagai konsekuensi dari nation-state, sama religiousnya dengan
agama itu sendiri. Masalahnya adalah bukankah penerimaan pengertian agama oleh
negara dalam sikap nasionalisme (secularized religion) hanya menjadi
kepentingan politik belaka?
BalasHapusBlog yang keren sekali sekali. Saya akan balik lagi untuk mwmbaca updatenya. Butuh motor area Tulungagung, kediri dan Trenggalek, hubungi kami. Bisa wa kami 081 559 795 985