Humanitas dan Teologi Masyarakat Bahai

20.41 Unknown 1 Comments

Masih dalam tur untuk Mata Kuliah Fenomenologi Agama, mahasiswa minggu ini berkenalan dan bertemu dengan komunitas Masyarakat BahaĆ­. Mahasiswa untuk kelas ini memang tidak banyak, hanya 12 orang, jadi lebih mudah mengajak jalan-jalan dan menemukan berbagai pengetahuan hal-hal menarik dari pengalaman mereka sehari-hari. 

Di tulungagung, terdapat beberapa keluarga yang menganut Bahai, beberapa tahun sebelumnya, kabar ini sempat menghebohkan warga, secara tradisi keagamaan ini memang baru dari enam agama lainnya yang berkembang di Indonesia.

Sebagaimana saya jelaskan sebelumnya tentang kelas Fenomenologi Agama, di kelas ini, mahasiswa diharapkan untuk mengamati dan menggunakan sudut pandang narasumber dalam memahami apa yang dirasakan narasumber berdasarkan pengalaman keagamaannya. 

Jika sebelumnya dalam suasana dialog antar umat beragama atau pada saat mempelajari fenomena-fenomena keagamaan, sebagian dari peneliti atau bahkan masyarakat menggunakan perspektif atau ukuran mereka sendiri dalam memahami (atau malah dalam kasus yang lebih ekstrim, melakukan justifikasi) terhadap penjelasan narasumbernya. Maka, sebagian dari kelas Fenomenologi Agama, meminta mereka untuk menekan hasrat pemahaman diri mereka sendiri, dengan masuk ke dalam logika, pengalaman, pemahaman, makna dari narasumber yang bersedia bercerita tentang apa yang mereka yakini.

Oke, bagaimana hasil kunjungan mahasiswa ini? 

Komunitas muda masyarakat Bahai menyambut kami dengan ramah. Setelah membuka dengan doa dan saling memperkanlkan diri, kami memulai diskusi. Cara belajar masyarakat Bahai tentang apa yang mereka yakini sangat menarik. Berdasarkan pengalaman sehari-hari, mereka merefleksikan kata-kata suci dari BahĆ”’u’llĆ”h, pembawa wahyu Agama BahaĆ­. Secara bergantian, peserta yang hadir dalam diskusi akan membaca sebuah naskah yang diambil dari kitab-kitab dan mengutarakan pendapat mereka berdasarkan pengalaman-pengalaman pribadi tentang tema tersebut.

Malam itu, kami membahas tentang (1) tujuan Tuhan menciptakan manusia, (2) perjalanan sejarah umat manusia dan arahnya, (3) kesatuan umat dan (4) ajaran BahĆ”’u’llĆ”h tentang keadilan. 

BahĆ”’u'llĆ”h. Nabi masyarakat Bahai, sumber gambar darihttp://covenantstudy.org 

Pada tema yang pertama, dijelaskan dalam ayat berikut “Semua manusia telah diciptakan untuk melanjutkan peradaban yang telah maju” yang kemudian disusul tentang penjelasan mengapa Tuhan mengirimkan utusan-Nya, pada ayat ini “Tujuan Tuhan mengirimkan para Utusan-Nya kepada manusia ada dua. Pertama adalah untuk membebaskan anak-anak manusia dari kegelapan kebodohan dan membimbing mereka ke arah cahaya pengertian sejati. Yang kedua untuk menjamin perdamaian dan kesentosaan umat manusia dan menyediakan segala sarana untuk mendirikan perdamaian dan kesentosaan itu”.

Berdasarkan ayat-ayat tersebut, Masyarakat Bahai percaya bahwa sejarah perdaban manusia adaah sebuah sejarah panjang yang tidak dapat dilihat sebagai suatu kotak-kotak tersendiri satu masa dengan masa yang lain. Sejarah manusa adalah suatu gambaran untuk dari sebuah perjalanan yang terus berkembang hingga pada titik terbaiknya. 

Sebagaimana setiap utusan yang dikirimkan Tuhan menyesuaikan dengan keadaan manusia saat itu, dari berbagai masalahnya hingga kemampuannya mereka memahami Tuhan. Oleh karena itu, Masyarakat Bahai meyakini ajaran-ajaran yang bersifat universal dari nabi-nabi sebelum BahĆ”’u’llĆ”h yang terangkum dalam the Golden Rule. Demikian, pada masa dimana BahĆ”’u’llĆ”h diturunkan untuk manusia adalah dalam rangka mengajak persatuan manusia untuk mencapai kesejahteraanya.

Hal demikian ditegaskan pada tema diskusi yang kedua pada ayat yang disebutkan bahwa “Setiap zaman mempunyai masalahnya sendiri, dan setiap jiwa mempunyai cita-citanya yang khusus. Obat yang diperlukan dunia bagi penderitaannya sekarang ini tak mungking sama dengan obat yang diperlukan pada zaman-zaman berikutnya”. Digambarkan dalam pemahaman Bahai, bahwa umat manusia hari ini sedang mendekati tahap puncak dalam sebuah proses yang berlangsung selama ribuan tahun yang telah membawanya dari tahap kolektif masi bayi ke ambang masa kedewasaan. Makna kedewasaan ini ditafsirkan sebagi tahap dimana manusia akan menyaksikan persatuan umat manusia yang juga secara bersamaan persatuan juga merupakan tantangan paling besar umat manusia. Untuk tujuan tersebut, BahĆ”’u’llĆ”h diutus.

Dalam mewujudkan kesatuan umat, Masyarakat Bahai meyakini bahwa mereka mendapatkan ruang dimana menyelidiki kebenaran dengan bebas dan mandiri. Dengan cara ini, dengan menyelidiki kebenaran manusia akan melihat pentingnya kesatuan umat manusia. Kebenaran akan menjadi sarana dalam mewujudkan persatuan dengan menghilangkan prasangka terhadap ras, kelas sosial, warna kulit, keyakinan, bangsa, jenis kelamis, dan tingkat peradaban materi yang sering kali merupakan penyebab perselisihan.


Jadi, apa yang kita pelajari dari perspektif ini? 

menarik bukan? dimana terdapat sebuah teologi yang jelas berpusat pada Tuhan, tetapi secara bersamaan sangat menjunjung tinggi kemanusiaan, atau humanitas kita. Menyisihkan perbedaan pada setiap jalan pencarian Tuhan dan menghormati setiap pencarian untuk menemukan kebenaran. berdialog dalam ruang yang disediakan untuk menguji dan berbagai pengalaman.

Keyakinan kita boleh berbeda. Pendapat tentang keyakinan tersebut tidak harus kita imani. Tapi, nilai dan pesan untuk saling menghormati mengajarkan kita untuk selalu saling berterima kasih.

You Might Also Like

1 komentar: