Menikmati Musik Klasik di Tulungagung

23.26 Unknown 1 Comments

artis memainkan ansamble gitar pada acara End Year Partdikan musik konser.  
Klasik tidak harus membosankan. Gitar tidak hanya untuk lagu pop dan dangdut. Muda belum tentu boyband girlband ala-ala K-pop. Dan Musik klasik bukan hanya milik kota besar. Yupz, Sabtu malam, 16 Desember 2017, aku dan suami menghabiskan akhir pekan dengan menikmati musik klasik di Pardikan Art Space, Tulungagung.

Kota ini memang kecil, tapi tidak menyangka memiliki banyak kejutan-kejutan, seperti acara musik malam ini. Konser ini diselenggarakan oleh Tantra Musik Course bekerja sama dengan mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI). 

Terdapat dua sesi musik klasik yang disajikan. Sesi pertama menampilkan murid-murid les yang membawakan beberapa musik klasik seperti Mazurka (Carl Henze/ 1872-1946), Sonatine op. 71 No. 1 (Mauro Giullani/1781-1829),  Playing Love (Ennio Morricone/1928) dan masih banyak lagi. 

revelyn Azzahra memainkan piano menyanyikan lagy Franch's Child 

Kalau saya sebut murid, jangan bayangkan para lelaki dewasa yang mengenakan jas taksido. Mereka yang belajar di sini masing sangat imut, umur belia, dari 4 sampai 10 tahun. Beberapa memilik memainkan gitar dan piano, tetapi ada juga yang memainkan violin. Duh, bikin hatiku rontok!

Para murid ini sangat berbakat, mereka mampu membawakan musik klasik dengan tenang, meyakinkan, tidak gerogi, dan anggun! Ada anak laki-laki berumur kurang lebih enam tahun bernama Flamboyant Jingga. Dia membawakan lagu Fur Elise karya Bethoven dengan piano. Lagu ini sangat familiar kita dengar di kotak musik. Revelyn Azzahra Putri Runa, gadis cilik berumur 4 tahunan ini membawakan Franch Child’s Song. Malam itu, dia mengenakan baju pink seperti princess dengan hiasan jepit bunga warna senada. 

Sesi pertama ditutup dengan Ansambel Gitar oleh 11 artis membawakan Noche En Los Andes dan El Gato Felie (ditulis oleh Eythor Thorlaksson) serta La Partida (anonim). Musik penutup sangat rancak, lembut sekaligus tangkas, dan tentu saja mengagumkan.

instagram Partdikan Art Space jika agan-agan mmau berkunjung

Sesi kedua adalah sesi dimana para bintang menunjukkan sinarnya. Dibuka langsung oleh master gitar klasik dari ISI, Rahmat Raharjo yang memainkan Torre Termeja karya Albeniz. Baru pertama kali aku bertemu sudah membuatku mengaguminya. Hahahaha... dengan tenang, suara rendah, menempati kursi, manata tatakan kaki, menyangga gitar, mengenakan batik mengucapkan salam. 

Cara dia memetik gitar.. alamak... bisa lembut tapi cepat, tidak tergesa-tega, dari nada pelan ke nada yang tinggi, aku bahkan yang tidak tahu tentang musik, apalagi musik klasik, langsung lari mendekati panggung, saking penasarannya karena suara yang muncul terdengar mantab dan nyaman.

Musik kedua dan seterusnya dibawakan oleh tiga mahasiswa ISI satu persatu, yakni Firly Febripartiwi membawakan Prelude no. 1 ditulis oleh Villa Lobos, Tabita Trisanta melanjutkan dengan Prelude No. 4 dan kemudian Nabila Rifda Alfiani dengan Zapateada yang ditulis oleh R. Sanz de la Maza. Dua lagu pertama tenang dan damai sedangkan lagu yang ketiga dibawakan dengan petikan senar yang cepat. 

Penampilan terakhir Nabita Duo Gitar, yakni Nabila dan Tabita membawakan lima lagu, salah satunya variasi aransemen ulang Gambang Suling oleh Iwan Tanzil, salah satu pelatih Tantra. Meskipun pemain menggunakan gitar, tapi aku menikmatinya seperti suara gending jawa. Hahaha... kog bisa ya,, gitar yang aku pikir hanya gejrang gejreng saja, bisa berbunyi sedemikian anggun. Aku berjanji sampai rumah mengumpulkan beberapa musik klasik di Youtube. Hahahaha...

After all, saya sangat menikmati pekan ini. Terima kasih Pardikan Art Space.
See you.... 

You Might Also Like

1 komentar: