Koeksistensi Dua Peradaban: Islam dan Cina

01.04 Unknown 1 Comments


salah satu klenteng di Goa Batu Sam Po Kong
 Peradaban Cina dikenal memiliki nilai filsafat yang mandiri dengan jumlah penduduk yang sangat besar dan tersebar di berbagai penjuru dunia. Persinggungan Peradaban Cina dan Peradaban Islam yang telah terjalin sejak zaman Dinasti Yuan (1206-1368). Hubungan selama beradab-abad itu telah menciptakan bentuk harmonisasi budaya antara Cina dan Islam. Hal itu dijelaskan oleh Professor Yang Guiping dari Sekolah Filsafat dan Studi Agama, Universitas Minzu Cina, sebelum acara buka bersama CRCS dan ICRS UGM, 10 Juli 2013 di CRCS UGM.
Profesor Yang Guiping memaparkan Islam datang setelah Gengis Khan menaklukkan Asia Tengah dan Asia Timur. Ribuan muslim secara sukarela berimigran ke Cina. Hal itu tidak hanya karena dorongan ekonomi, tetapi juga kondisi politik Dinasti Yuan yang tidak memberikan batasan jumlah imigran. Selain itu, Dinasti Yuan juga memberikan hak kebebasan beragama kepada penduduk Cina. Didukung dengan jalur perdagangan aman, seorang Hui Muslim, Zheng He bisa membawa produk-produk Cina seperti sutera dan porselen ke berbagai negara di Asia, yang tentu menguntungkan perekonomian Cina.
Hingga saat ini, Islam merupakan agama pribumi Cina, meskipun hanya suku-suku minoritas yang memeluknya. Jumlah penduduk muslim sekitar 1,6 persen dari seluruh penduduk di Cina. Dari 56 suku, terdapat sepuluh suku minoritas yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, yakni Hui, Uighur, Kazak, Dongxiang, Kirghiz, Salar, Tajik, Uzbek, Bonan and Tatar. Jumlah tersebut jika dibandingkan dengan Suku Han yang mencapai 91, 59 % dari seluruh jumlah penduduk, sisanya 8,41 % merupakan suku minoritas, maka jumlah pemeluk Islam sangat lah kecil. Meskipun begitu bukan berarti Peradaban Islam tidak dapat mempengaruhi perkembangan Peradaban Cina sama sekali. 
Secara umum, Islam dipraktikkan dalam kehidupan pribadi, keluarga atau komunitas muslim sendiri. Namun di ruang publik, penganut Islam bergabung dalam sistem sosial maupun ekonomi Cina. Mereka menggunakan nama Cina, pakaian Cina, berbicara dengan Bahasa Cina, dan belajar karakter-karakter Kebudayaan Cina sebagaimana budaya Suku Han.
Setelah Republik Rakyat China didirikan pada tahun 1949, muslim dengan latar belakang berbagai etnis mempnyai kesempatan dalam berpartisipasi dalam pembangunan politik, ekonomi dan budaya di Cina. Namun, pada Revolusi Kebudayaan (1966-1976), karena kebijakan etnis dan agama yang ketat, menyebabkan pelarangan keyakinan agama, termasuk Islam. Baru pada reformasi tahun 1978, kebebasan keyakinan agama dibuka kembali dan memberi peluang baru Islam untuk berkembang di Cina.
Menurut perkembangan terakhir, terdapat 23 juta muslim di Cina, di antaranya 17 juta tinggal di barat laut Cina --- 12.020.000 di Daerah Otonomi Xinjiang Uygur, 2,2 juta di Ningxia Daerah Otonomi Hui, 1,76 juta di Provinsi Gansu, dan satu juta di Provinsi Qinghai. Sekitar 90% dari muslim di Cina adalah Sunni, yang tinggal di seluruh negara bagian. Adapun Muslim Syiah diikuti oleh Suku Tajik dan sejumlah kecil Suku Uygurs di Shache County. Mereka merupakan pengikut Ismailiyah dan Ithna Ashariyah. Ada juga yang disebut dengan Muslim Menhuan, yakni kelompok muslim yang mengkombinasikan antara ajaran tasawuf dan budaya lokal Cina.
Kemudian muncul pertanyaan, mengapa hanya suku minoritas Cina yang memeluk Islam. Profesor Yang Guiping menjelaskan bahwa baik imigran maupun Mulim Cina pribumi tidak secara aktif mengkonversi keyakinan Suku Han maupun suku minoritas non-Islam menjadi islam. Selain itu, ilmu agama Islam, seperti Al-Qur'an, hadits, kalam, dan syariah hanya dipelajari oleh muslim elit, yakni imam, akhonds dan mullah. Bahasa Arab yang hanya digunakan dalam ritual keagamaan berada di luar pemahaman muslim secara umum dan non-muslim di Cina.
Selain itu, kurangnya dukungan politik dari pemerintah pusat yang menjadi faktor mengapa hanya suku minoritas yang memeluk Islam, menurut Yang Guiping, faktor penting lainnya adalah perbedaan doktrin antara Islam dan Cina. Islam mengajarkan keyakinan dasar, seperti  monoteisme, takdir, hari akhir dan hari kebangkitan. Hal itu secara esensial bertentangan keyakinan tradisional Cina seperti Konfusianisme, Buddhisme dan Taoisme. Oleh karena itu, Islam sulit mempengaruhi mayoritas Cina.
Budaya Islam berbeda dengan budaya tradisional Cina dalam hal pemikiran, kitab suci, lembaga, dan ritual. Jika budaya Islam bertumpu pada Agama (Tian Dao), maka budaya tradisional Cina berorientasi pada Etika (Ren Dao). Islam menekankan adalah tanggung jawab moral utama dan akuntabilitas Muslim berdasarkan keberadaan supranatural Tuhan dan kemahakuasaan-Nya. Hubungan antara Allah dan umatnya menjadi sangat penting.
Adapun budaya tradisional Cina menekankan pentingnya hubungan manusia, tanggung jawab individu kepada keluarga, kerabat dan masyarakat, serta ideologi hirarkis. Ideologi ini mengacu pada lima kebajikan dalam masyarakat Cina tradisional, yaitu mematuhi etika hubungan dalam hal kebajikan, keadilan, kesopanan, kebijaksanaan dan keyakinan dalam lima hubungan: bahwa antara kaisar dan menteri, ayah dan anak, suami dan istri, saudara muda dan tua, dan antara teman-teman.
Walaupun pada sisi esensial nampak bertentangan, tetapi bagi Yang Guiping, Islam dan Budaya Cina lebih banyak saling melengkapi dalam kehidupan masyarakat. Misalnya, Hui Ru, kelompok muslim konfusian yang mengenal empat ajaran (Islam, Konfusianisme, Buddhisme dan Taoisme) telah mengembangkan filosofi religius dan keislaman yang sistematis dalam Kitab Han.
Salah satu ajaran dijelaskan bagaiman rukun islam diinterpretasikan dalam lima nilai konfusianisme, Shahadah --- Righteousness (知所,不忘主恩,义), Salat --- Benevolence (践所之路,仁), Puasa---Propriety (物,礼), Zakat--- Wisdom (以忘己,智), dan Haji---Trustfulness (复命真,信). Adapun Kebenaran Tunggal dalam Konfusianisme memiliki Inti (Ti), Function (Yong), Actions (Wei), sejajar dengan Allah yang memiliki Dzat, atribute (Shifat), names (Ism), and command (Af’al).

Bahkan dalam arsitektur, muslim menyerap elemen Budaya Cina dalam pembangunan masjid. Selain itu, muslim Cina juga menggunakan tiga penanggalan, kalender solar, kalender lunar dan kalender islam. (Mahmudatul Imamah/CRCS UGM)
kemegahan Klenteng Sam Po Kong, meskipun klenteng umat Kong Hu Cu tetapi dipercaya pembawanya yakni Laksamana Ceng Ho beragama Islam

You Might Also Like

1 komentar: