Kopi dan Denyut Nadi Kota

20.48 Unknown 1 Comments


Kota boleh lengang, tapi bukan berarti tidak ada keramaian. 

Pertama saya datang ke sini, ketika ingin mencari makan malam, saya dan suami hampir kesulitan. Salah kami juga yang telat hunting makan karena keasikan nonton film, dan ketika keluar rumah tidak sadar sudah jam sembilan. 

Kami menyusuri jalan-jalan besar di tengah kota, berharap ada warung atau resto yang masih buka. Tapi kota ini menunjukkan hal sebaliknya. Pertokoan tutup, jalan lengang, tidak ada lagi parkir mobil dan motor di pinggir jalan, tidak juga ada penjual gerobak.

Tapi, ada yang menarik perhatianku. Di beberapa titik, di antara bangunan dengan lampu depan teras yang sudah gelap, ada cahaya. Orang-orang berkumpul mengerumuni cahaya.
salah satu pojok cafe atau warung angkringan Simongan Tulungagung

Jadi ingat laron, tapi ini bukan laron. Jadi, ada beberapa warung dengan menyediakan meja besar, di ruang terbuka, ada juga yang lesehan di teras-teras rumah. Meja dikelilingi oleh anak muda hingga bapak-bapak. Nampak  cangkir-cangkir kopi hitam, asbak, dan juga beberapa gorengan. Kalau warung macam itu, biasanya aku sebut dengan angkringan.

Aku ragu harus menghentikan sepeda motor, secara angkringan menjadi sangat lekat dengan cowok. Jadi, aku pun berpikir, jika ada angkringan, ada kopi, maka seharusnya ada cafe. Hohohohoh tempat yang lebih feminim.
ini salah satu gaya aku di angkringan Pinka 

Nah, jika anda cari di google, ada banyak cafe yang tersebar di Tulungagung. Tapi sebagian cafe itu berstatus seperti resto yang akan tutup jam 9 malam. Sebenarnya yang unik di sini adalah banyak angkringan yang didesign seperti cafe. Rapi, bersih, beragam jenis kopi serta minuman tradisional lainnya dan juga makanan ambil sendiri.

Jenis makanan yang disajikan kelas angkringan bangetz, dari nasi bungkus (kalau di semarang, aku sih nyebutnya nasi kucing, nasi dengan sambel teri atau lauk yang minimalis) sampai segala macam gorengan. Nasi bungkus di sini juga macem-macem, ada namanya nasi campur, nasi yang lauknya berupa mie, sambel goreng tahu, potongan telor dadar. Ada namanya nasi gegok, nasi yang dibungkus daun isinya teri dengan kelapa parut kemudian bungkusan itu dikukus, nasi ini rasanya sedap, bau daun, dan gurih kelapa dan teri. 

Ada yang namanya nasi sambel teri, ini sudah biasa kan, tapi teri di sini besar-besar dan sambelnya pedesnya nendang, bisa megap-megap nggak karuan. Ada juga nasi goreng, nasi ayam (meski potongannya kecil bangetz) dan juga nasi ikan. Nasi favoritku adalah nasi gegok yang dibakar sebelum disajikan. Wangi daunnya yang nempel di nasi memberi suasana adem di lidah.
salah satu penampakan barista angkringan

Tidak hanya makanan, angkringan ala cafe yang menarik juga menyediakan berbagai jenis minuman. Cafe-cafe konvensional, cafe ala resto, minuman yang banyak ditawarkan seperti berbagai kopi, teh, juz hingga soda. Berbeda dengan angkringan ala cafe, minuman yang dijual, lebih seperti minuman olahan lokal, dari rempah-rempah, susu, santen, buah, hingga cokelat. 

Tulungagung terkenal dengan kopi ijo dan juga kopi hitam. Bagi yang nggak kuat minum kopi ijo, bisa pusing atau diare, seperti suamiku. Padahal, dia tipe peminum kopi hitam tiap pagi dan sepanjang hari saat bekerja. Nah, bagi yang cocok dan suka, bisa saja ketagihan, kopi ijo ini adalah olahan kopi sangrai ( biji koppi sangrai akan jadi hitam, makanya kopi warnanya hitam) dan kopi mentah (biji kopinya masih ijo). Hampir semua warung akan menyediakan untuk anda.

Warung kopi terlaris di Tulungagung adalah Warung Kopi Waris. Ini jenis yang benar-benar warung kopi. Semua orang datang hanya demi kopi.

Nah, tentang minuman lainnya, tadi saya menyebutkan rempah-rempah. Minuman tradisional ini menggunakan rempah-rempah sebagai komposisinya, seperti jahe, sere, salam, kencur dan lain-lain. Nama minumannya di antaranya bajigur, uwuh, jakencruk (jahe kencur jeruk). Owh ya, di Tulungagung, es beras kencur itu sama biasanya diminum seperti  es teh dan es jeruk setelah makan di warung-warung. 

Minuman tradisional ini menjadi sangat populer di kalangan anak muda, terutama yang doyan nongkrong. Selain menyehatkan, minuman ini juga recomended kog, rasanya enak, segar dan dapat menjadi alternatif selain minuman di ordinary cafe seperti capucino, latte, moccacino.

Di angkringan ala cafe, pembeli datang, mengambil piringan (biasanya dari jalinan bambu atau piring seng yang warna putih mengkilap itu lo) kemudian mengambil lauk berupa gorengan atau jajanan, jika mau, gorengan itu boleh minta ke penjual untuk dibakar sebentar di atas bara, tidak hanya gorengan tempe, tahu, atau menjes (kalau di jawa tengah disebut juga dengan tempe mbus), tapi juga ada gorengan ayam, cakaran pedes, tahu bakso, hingga sosis bumbu kecap. 

Dijamin mata dan perut anda ikut berbinar. Lauk itu melengkapi berbagai jenis nasi yan saya sebutkan tadi.

Oh ya tambah satu lagi, angkringan khas dengan jualan di atas gerobak dengan atap daun rumbia. Di sini juga sama, setiap angkringan ala cafe, selalu mengusahakan adanya simbol tersebut. dengan lampu pencahayaan kuning nan temaran. Tapi, memang tidak semua tempat favoritku seperti itu sih. Yang aku garis bawahi hanya menu dan bagaimana cara kita mengakses menu. hehehe

Kalau di Tulungagung, ada beberapa tempat favorit angkringan ala cafe kami. Pertama, namanya Angkringan Pinggir Kali atau dikenal dengan Pinka. Letaknya di Jembatan Lembu Peteng di bantaran sungai sebelah Barat, dekat penjual tanaman (sekarang sih sudah digusur sejak dibangun running treck di pinggiran sungai). Angkringan ini buka sore sekitar jam 4-an. Lokasinya agak mojok, tapi bisa langsung melihat aktivitas orang-orang yang menghabiskan waktu bermain dengan keluarga, main layangan atau nongkrong-nongkrong saja di sepanjang sungai Lembu Peteng. Angkringan ini spesialisasinya di lauk dan segala macam jajan ringan. Seperti beragam jenis kerupuk, klethian, jajanan pasar dan lain-lain.

Kedua, angkringan otomotif. Angkringan ini sangat populer di kalangan remaja, mahasiswa, sampai orang dewasa. Letaknya di pojoan perempatan Bus Ngguling. Meskipun agak aneh karena lokasinya yang sangat terekspos, secara di pojokan perempatan, jadi siapa saja yang berhenti di lampu merah bisa melihat secara leluasa siapa aja yang sedang nongkrong di situ. Tapi, angkringan ini menawarkan minuman yang alamaaak seger dan so traditional gituh... namanya juga lucu-lucu. Seperti bandrek, uwuh, ada juga namanya wedang nonik, isinya beragam buah dicampur dengan susu hangat dan jahe. 

Memang, jahe menjadi andalan minuman tradisional, rasanya yang menyegarkan ternyata dapat dipadu-padankan dengan beragam olahan minuman lainnya, baik sesama rempah atau bahkan buah-buahan.

Ketiga, bukan macam angkringan, tapi juga bisa angkringan deh, lebih mirip warung kopi seperti cafe. Namanya, Samongan. Lokasinya memang terpencil di Kelurahan Tertek, tempatnya tidak di pinggir jalan besar, juga tidak di tengah keramaian. Di sini, memang lebih banyak diisi oleh bapak-bapak. Menyediakan berbagai jenis kopi dengan beragam cara penyajian. Kopi-kopi yang dijual di sini berasal dari beberapa tempat yang terkenal dengan kualitas kopinya, dari kopi Gayo, kopi Toraja, kopi Aceh, hingga kopi khas Tulungagung sendiri. 

Cara pengolahannya bisa memilih dengan gaya tradisional, gaya tubruk yang sederhana atau gaya press yang pakai alat agak heboh. Tinggal dipilih. Lokasi terpencil yang tenang membuat jagongan menjadi khusyu’ dan nyaman. Dikelilingi pagar bambu, rumah ini disulap menjadi ruang-ruang yang diisi meja-meja di beberapa sudut, ada juga satu ruang khusus yang dibuat di atas pohon. Bagi kalian penikmat kopi, ini menjadi salah satu dari yang terbaik referensi aku.

Oke, sampai di sini ulasanku sedikit tentang tempat nongkrong kopi macam angkringan ala-la cafe di Tulungagung, selamat mencoba. 
met ngopi. Lokasi di Kedai Bang Kosim. Tulungagung

You Might Also Like

1 komentar: