The Secularized Religion

21.36 Unknown 1 Comments

Agama sebagai alat politik justru mendapatkan ruang yang lebih potensial pada saat proses sekulerisasi. Bukan sebaliknya, bahwa sekulerisasi adalah upaya untuk memisahkan peran agama dalam sistem politik sebagai tuntutan dari modernisasi. Talal Asad fokus mengkritisi agama sebagai epistimologi yang mendapatkan pengaruh sekulerisasi , dan agama memiliki peran penting dalam proses tersebut.  Talal Asad mencoba menghubungan sekulerisme, agama dan nation-state menjadi satu kerangka geneologi (Foucault term). Karena proses tawar menawar antara kekuasaan (politik) dan agama masih terus berlanjut, maka menurutnya, sekularisasi ( as Jose Casanova definition) tidak akan pernah terjadi. Namun demikian, menurut saya, agama juga akan kehilangan esensinya pada proses ini, mengidetifitikasinya kembali akibat pengaruh dialektika pada public sphere dan memaksakan diri untuk kepentingan-kepentingan negara.
Jika salah satu elemen sekularisasi adalah the privatization of religion from politics, maka Talal Asad menghadapkannya dengan deprivatisasi agama ketika agama menjadi an integral part of modern politics. Sebagai bagian dari kategorisasi antropologi, seorang pemeluk agama tidak mungkin melepaskan struktur diskursus agamanya ketika memasuki ruang publik. Dengan cerdas, ketika sekularisasi menuntut menghilangkan domain of faith, maka deprivatisasi agama akan berfikir bagaimana the conscience agar tetap diterima. Meskipun demikian, Talal Asad tidak berhenti dan tetap mempertanyakan otoritas yang bagaimanakah agar hal itu bisa terjadi? Pada pertanyaan ini, saya berpikir, bukankah akan lebih ambigu ketika tidak lagi bisa dibedakan antara kepentingan agama dan negara dalam kacamata sekularisasi.

Talal Asad menghindari ‘the essentialized (“religious)” agency’, menurutnya, akan lebih signifikan jika perkembangan sekularisasi disebabkan ‘the difference the outcome yielded’, artinya akan lebih meredefinisi agama menjadi politik. Dengan demikian, dia menempatkan agama sebagai hasil transisi sejarah yang juga mengalami kontruksi, reformed, and plotted. Oleh karena itu, keberadaan nationalism sebagai konsekuensi dari nation-state, sama religiousnya dengan agama itu sendiri. Masalahnya adalah bukankah penerimaan pengertian agama oleh negara dalam sikap nasionalisme (secularized religion) hanya menjadi kepentingan politik belaka?   

You Might Also Like

1 komentar: